Jumat, 20 November 2009

Indonesia, Pelopor Lahirnya Revolusi Sistem Pengadilan di abad TI

Sekarang ini ada fenomena menarik untuk kita amati semua, terutama di kalangan akedemisi, yaitu kasus perseteruan antara KPK dan Polri. Fenomena ini bukan sekedar membongkar borok-borok di balik penegakan hukum dan sistem hukum di negara kita, tapi ternyata lebih dari itu. Apa itu? Yaitu telah lahirnya sebuah sistem Pengadilan yang terintegrasi dengan teknologi informasi (TI). Saya mengistilahkannya dengan nama "Sistem Pengadilan dengan Keterlibatan Masyarakat yang melek Teknologi Informasi".

Dalam sistem pengadilan yang konvensional, biasanya terdiri dari beberapa unsur: keberadaan perundangan yang relevan, hakim, jaksa, polisi, terdakwa dan dewan juri sebagai perwakilan masyarakat. Mereka semua akan berdebat dalam sebuah ruangan tertutup yang dibatasi tembok-tembok ruang pengadilan yang pengab. Informasi di dalam ruang pengadilan itu pun terbatas, hanya boleh ke luar atau ke publik bila Hakim mengizinkan saja.

Nah, sekarang sistem Pengadilan di abad Informasi yang menggunakan TI secara masif didalamnya. Di sistem ini, sang Hakim adalah 'Dewi Keadilan' yang sangat abstrak tapi semua meyakini kehadiran dan existensinya. Figur penegak hukum yang menjadi penuntut umum di Pengadilan itu, bukan hanya terdiri dari Jaksa dan Polisi, tetapi juga kekuatan-kekuatan yang pro-keadilan di masyarakat seperti LSM, organisasi-organisasi massa, parpol dan bahkan kekuatan dan kepentingan asing yang pro-keadilan dan kebenaran yang sedang terjadi di belahan dunia manapun. Siapa Dewan Jurinya? Siapa lagi kalau bukan seluruh elemen rakyat dan masyarakat yang melek TI dan paham hukum juga.

Yang menarik, perangkat perundangan yang dijadikan dasar dalam menuntut dan membela si terdakwa, bukan lagi sekedar rentetan UU dan aturan-aturan hukum yang terkait, tapi juga termasuk sistem nilai yang berkembang di masyarakat itu, misalnya nilai-nilai HAM yang universal, nilai-nilai agama, dan sistem nilai lainnya yang mereka jadikan acuan pandangan hidup selama ini.

Bagaimana dengan konsep ruangan tempat Pengadilan berlangsung? Konsep tentang ruang Pengadilan inipun berubah total. Ruangan Pengadilan abad TI adalah dunia maya yang tak berbatas. Di ruangan ini, perdebatan berlangsung 24 jam sehari, 7 hari seminggu dan 365 hari setahun. Non stop. Semua bukti-bukti bebas keluar masuk, semua testimoni dibiarkan beredar. Perangkat TI akan sangat berperan di dalam membantu keberlangsungan lalu-lintas dalam ruangan Pengadilan di dunia maya itu. Disana berperan televisi satelit yang senantiasa LIVE, media dan koran on-line, forum-forum diskusi di Internet, 'people power' ala dunia maya seperti 'facebooker' itu, kantor-kantor penasehat hukum on-line yang dilayani pakar-pakar hukum terkenal, dan pendapat-pendapat para netter di seluruh dunia tentang kasus yang sedang diangkat.

Indonesia, pertama kali mempraktekkan?
Kasus perseteruan KPK dan Polri di Indonesia saat ini, bukan hanya menjadi pusat perhatian 245 juta rakyat Indonesia saja. Tetapi hampir semua pakar-pakar hukum di seluruh dunia dan beberapa kalangan penduduk dunia yang tertarik, saat ini sedang memantau serius apa yang terjadi disini terkait kasus hukum itu. Kalau tidak percaya, cobalah googling di internet dalam berbagai bahasa asing, ternyata hampir setiap hari perkembangan kasus hukum KPK vs Polri itu mereka ikuti dan tayangkan di situs internetnya.

Cobalah perhatikan sejak awal, bagaimana TI berperan kuat sekali didalam membentuk opini masyarakat di Pengadilan dunia maya saat ini. Kalau kasus KPK vs Polri ini berlangsung tahun 1980-an dulu misalnya, saat dimana stasiun tivi hanya ada TVRI, jaringan telepon milik TELKOM yang terbatas dan mahal, belum ada internet, belum ada penyadap telepon yang canggih, belum ada koran on-line, belum ada warung kopi dunia maya tempat diskusi di forum-forum on-line, dan belum ada kebebasan berbicara yang luas dan bebas, pastilah kasus itu tak seheboh sekarang ini.

Tapi kini sudah berubah semua. Rakyat yang menjadi 'dewan juri' dalam sistem Pengadilan dunia maya ini, sangat berperan aktif. Dia juga disuguhi berbagai informasi, analisa, testimoni, barang bukti, bahkan 'acting' pelaku yang bak pemain sinetron itu. Semua disajikan melalui media televisi LIVE yang disiarkan via satelit ke seluruh dunia, melalui media/koran on-line semacam detik, vivanews, inilahdotcom atau forum diskusi seperti politikana, kaskus, forum KOMPAs dan sejenisnya. Sajian perangkat TI itu sangat masiv sekali. Sehingga 'dewan juri' terkadang sampai terbingung-bingung untuk bisa memilah-milah: mana kebenaran, mana rekayasa dan mana yang barang busuk.

Opini masyarakat yang terbentuk, ternyata punya kekuatan yang sangat dahsyat, bahkan bisa menjelma menjadi kekuatan 'people power' di dunia nyata, kalau kekuatan kekuasaan Pemerintah mencoba membendung arus opini yang terbentuk itu. Makanya, bahkan seorang Presiden pun beserta para punggawanya, tak mampu menghadapi derasnya opini yang terbentuk akibat peran teknologi informasi tadi. Sehingga, seorang Presiden di negeri ini, harus melepaskan sedikit kedaulatannya dengan membentuk sebuah tim independent, yang diperkirakan masih dipercaya oleh opini masyarakat yang telah terbentuk. Sekarang ini terus terang saja, kepercayaan masyarakat (TRUST) terhadap institusi hukum sudah ada di titik nadir. Itu selangkah saja lagi untuk masuk ke wilayah kepercayaan publik kepada institusi kekuasaan yang sedang memerintah.

Tapi jangan dituduh bahwa Pengadilan dunia maya itu akan berjalan tidak adil dan berat sebelah. Justru di pengadilan inilah semuanya menjadi transparan. Rakyat yang menjadi 'dewan juri' di pengadilan itu, akhirnya akan memvonis berdasarkan semua pengetahuan dari informasi yang diperolehnya di dunia maya tadi. Mereka akan memutuskan bersalah atau tidak bersalah (guilty or not guilty) pada si pesakitan dalam pengadilan tadi dengan dasar keputusan seadil-adilnya. Dan kalau semua telah meyakini konsep yang selama ini diterima secara universal, bahwa "Suara Rakyat adalah Suara Tuhan", maka menjadi tak sulit untuk menolak dan menerima apapun yang telah diputuskan rakyat dalam Sidang Pengadilan di dunia maya yang mereka bentuk itu. Dan pastilah, Sang Hakim, yaitu "Dewi Keadilan' yang diatas sana, akan merestui keputusan mereka.

Apa yang sedang saya ceritakan ini, kini telah berlangsung di negeri kita tercinta, INDONESIA. Makanya tidak salah kalau dikatakan, negeri ini telah mempelopori lahirnya sebuah sistem pengadilan di dunia maya di abad informasi sekarang imi. Kita patut bangga untuk semua ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar